Apakah parents mengetahui apa saja dampak buruk bertengkar di depan anak?
Tahukah, parents? Parents tidak bisa berhadap anak akan terbiasa dengan pertengkaran antara parents dengan pasangan. Berdasarkan penelitian, anak-anak sampai usia 19 tahun pun masih sensitif terhadap pertengkaran antara kedua orang tua.
Pertengkaran antara kedua orang tua dapat memberikan dampak yang buruk bagi anak. Anak-anak bisa merasakan berbagai perasaan negatif karenanya termasuk merasa cemas dan putus asa.
Anak-anak yang lain mungkin bisa mengeskpresikan perasaan negatifnya ke luar dengan perilaku-perilaku yang bermasalah (termasuk menjadi agresif). Mereka juga bisa saja mengalami gangguan tidur dan permasalahan-permasalahan kesehatan seperti sakit kepala, sakit perut, atau sering sakit.
Performa kognitif anak pun dapat mendapatkan pengaruh buruk karena pertengkaran orang tua. Berdasarkan studi, ketika orang tua sering bertengkar, anak-anak memiliki lebih banyak kesulitan dalam meregulasi perhatian maupun emosinya. Tinggal dalam keluarga yang penuh konflik juga meningkatkan resiko anak drop out dari sekolah dan mendapatkan nilai-nilai yang jelek.
Anak-anak yang terpapar oleh pertengkaran orang tua cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah. Selain itu, mereka juga mungkin akan memiliki permasalahan dalam hubungan dengan orang lain karena dirinya memperlakukan yang lain dengan kebencian.
Maka dari itu, apabila parents selama ini tidak menyelesaikan pakonflik dengan cara yang baik, parents harus segera berupaya mengubahnya. Perhatikanlah cara parents menangani konflik. Apakah parents selama ini menggunakan cara-cara yang tidak efektif?
Cara-cara yang tidak efektif bahkan destruktif
Cara-cara berikut adalah cara-cara yang malah destruktif dalam menangani konflik:
- agresi verbal, spt. menghina, memaki, dan mengancam untuk meninggalkan,
- agresi fisik, spt. memukul dan mendorong,
- taktik sunyi, spt. menghindari, mendongkol kepada, atau menjauhi pasangan,
- kapitulasi (menyerah [kepada pasangan] yang mungkin terlihat seperti solusi, tetapi sebenarnya bukan).
Sebagian orang tua yang menyadari betapa bahayanya konflik terhadap anak mungkin berpikir bahwa mereka bisa mencegahnya dengan menyerah untuk menyudahi argumen. Akan tetapi, berdasarkan penelitian, cara ini bukanlah cara yang efektif. Reaksi emosional anak terhadap cara ini adalah negatif.
Maka dari itu, menghindari konflik juga bukanlah solusi. Parents harus menyadari bahwa konflik adalah hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari. Yang terpenting adalah bagaimana parents bisa mengatasi konflik dengan cara-cara yang konstruktif.
Parents juga mungkin perlu mengetahui bahwa sebagian konflik justru dapat bermanfaat bagi anak. “Ketika anak-anak menyaksikan sebuah pertengkaran dan melihat orang tua menyelesaikannya, mereka lebih gembira daripada sebelum mereka menyaksikannya,” kata E. Mark Cummings (seorang psikolog di Universitas Notre Dame University). “Ini meyakinkan anak-anak bahwa orang tua mereka bisa menyelesaikan masalah. Kita mengetahui ini dari perasaan yang ditunjukannya, apa yang mereka katakan, dan perilaku mereka—mereka berlari dan bermain. Konflik yang konstruktif berhubungan dengan hasil yang lebih baik dari waktu ke waktu.”
Ketika orang tua memiliki konflik yang ringan sampai sedang yang melibatkan dukungan dan kompromi dan emosi-emosi positif, anak-anak mengembangkan kemampuan sosial dan rasa percaya diri yang lebih baik, keamanan emosional yang lebih baik, mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan orang tua, memiliki performa yang lebih baik di sekolah, dan memiliki lebih sedikit permasalahan psikologis.
Referensi
- MORIN, Amy. How Parents Fighting Affects a Child’s Mental Health [daring]. 2019 [dilihat 23 November 2021]. Tersedia dari: https://www.verywellfamily.com/how-parents-fighting-affects-children-s-mental-health-4158375
- DIVECHA, Diana. What Happens to Kids When Parents Fight [daring]. 2016 [dilihat 23 November 2021]. Tersedia dari: https://greatergood.berkeley.edu/article/item/what_happens_to_kids_when_parents_fight